I’m
back!! Setelah
dapat protes dari Kak Muspidayana, satu-satunya pembaca yang mengecek
perkembangan tulisan di blog curhat ku yang lama sekali tak di-update –
walaupun rasanya mungkin beliau hanya kebetulan ga’ punya kerjaan,
trus iseng-iseng ngecek – kesempatan menulis pun muncul di
liburan Ramadhan ini. Sebetulnya selama ini aku tidak sebegitu sibuk sih,
hanya saja ide-ide dan curhat-curhatku seringkali muncul saat sedang dalam
kondisi tak memungkinkan untuk didokumentasikan, seperti saat di angkot, saat
mengendara sepeda motor, atau saat di toilet.. hehehe..
Hm..
saat ini aku ingin membicarakan topik yang agak membosankan, jadi siapkan
mental kalian, ditemani sedikit cemilan akan lebih baik .>_<. Pertemuan
dari blog ke facebook.
***
Blog
ini awalnya kubuat untuk menuliskan kisah-kisah masa kecilku yang menyenangkan,
dengan harapan bahwa salah satu dari teman-teman kecilku akan membacanya, lalu
ingat padaku. Menurutku, akan menyenangkan rasanya jika mengetahui ada
seseorang yang kukenal dan berkorespondensi denganku sementara ia sedang berada
di daratan lain, bahkan belahan bumi yang lain. Hanya saja, sebagaimana yang
dapat terlihat dari statistik blog-ku, kau akan tahu betapa minim pembacanya,
dan sejak awal sudah kuduga akan begitu. Jadi agar tak ditertawai olehmu, di
postingan awal kusebutkan dengan jelas bahwa jika tak ada yang membacanya, akulah
yang akan melakukannya ;-P.
Well, bagaimanapun
juga kenyataannya sedikit berbeda. Blog ini memang minim pembaca, tapi tujuan
awalnya tercapai. Siapa sangka, tak lama setelah aku memposting kisah Sofia
dan Linda, lalu blog kubiarkan mati suri berbulan-bulan karena aku
tiba-tiba tertarik pada facebook (FB) untuk dipakai curhat, sebuah pesan mampir
di inbox akun FB-ku. Dari salah seorang teman SD. Surprise!!
Belakangan
kuketahui bahwa temanku itu – Bie, begitu aku memanggilnya – memiliki kegemaran
blogwalking, dan secara kebetulan yang menguntungkan ia membaca blog
ini. Karena merasa bahwa ia mengenal beberapa nama yang kusebut-sebut di
dalamnya ia lalu mencariku di FB, dan ketemu. Aku sebetulnya masih heran karena
saat itu di FB tak kucantumkan nama asli, namun dia menyapaku dengan nama
panggilanku saat SD. *oh, mungkin karena ada riwayat pendidikanku dari SD
sampe kuliah kali yah... hehehe..
Aku
benar-benar senang, rasanya seperti mengikuti program Jejak Kasih – reality
show yang biasa kutonton di TV saat SD – yang mempertemukan keluarga yang
bertahun-tahun terpisah tanpa kontak. Kami saling bertukar nomor telefon. Bie
langsung menghubungi HP-ku sesaat setelah kuberi nomornya, yang langsung
kututup setelah mendengar suaranya karena grogi. Gimana nggak, bahasaku
pasti kedengaran lucu nantinya, berusaha di-Melayu-kan dengan campuran dialek
Makassar.. hahaha! Bie juga tak keberatan karena ternyata biaya telefon
internasional mahal, dan kami melanjutkannya dengan chatting.
Bie
sempat bertanya, kenapa profilku tak ada fotonya. Lalu kukatakan bahwa percuma
saja memajang foto, karena aku memakai ‘cadar’.
“Itu..
penutup wajah”, kataku menjelaskan.
“Oh..
Alhamdulillah.. kalau di sini disebut niqob”, kata Bie. Aaah... aku
lupa bahwa dalam bahasa Melayu, cadar bisa berarti gorden. Pantas saja dia jadi
bingung.
Dari
Bie, aku berhasil mengontak belasan teman SD dan SMP ku yang lain. Bahkan, wali
kelasku di kelas-6 juga menemukanku, menanyakan kabar Emak dan Bapak, karena
kami dulu bertetangga persis bersebelahan rumah. Betapa dunia terasa sempit
jadinya. Aku lalu membuat sebuah grup alumni sekolah dan menjadikan Bie salah
satu admin-nya. Isinya sebagian besar adalah teman sekelasku tentunya, ditambah
beberapa adik kelas, dan sisanya dengan jumlah lebih sedikit adalah senior
angkatan ‘zaman dahulu kala’ yang tak kami kenal tapi cukup ramah.
Bie
seorang muallaf. Bie memberitahuku bahwa ia revert ke agama Islam 3
tahun sebelum saat itu. (aku benar-benar terkesan dengan istilah revert
yang digunakannya, bukan convert. Convert bisa diartikan pindah,
sementara revert berarti kembali. Jadi, muallaf tidak
dikatakan pindah agama melainkan kembali ke agama asalnya). Saat aku
membuka-buka wall Bie, isinya tak satupun kata-kata curhat atau
perkataan tak berarti lainnya. Status, komentar, gambar, semuanya bernuansa islam.
Belakangan, Bie menyatakan di statusnya bahwa ia akan menghapus beberapa teman
karena suatu alasan dan memohon maaf karena hal tersebut. Aku berkesimpulan
bahwa Bie menarik diri dari ‘hubungan’ yang tak perlu dan tak bermanfaat. Perkembangan
terakhir, Bie menutup akun lamanya dan menggantinya dengan akun baru. Aku
merasa malu mengingat wall-ku sendiri yang penuh dengan hal sebaliknya.
Aku membatasi diriku dengan hijab, namun di dunia maya sepertinya begitu
longgar.
Segala
sesuatu bisa ditarik hikmahnya, seperti pertemuan maya-ku dengan Bie yang
berawal dari blog ke FB. Aku bisa mencontoh Bie. Aku jadi berpendapat bahwa sebagian
besar orang menuliskan status dan senang jika ada yang mengomentarinya, atau
dalam kata lain, mereka memang mengharapkannya, senang ada yang memperhatikan.
Tidak akan ada masalah jika daftar teman kita tidak dipenuhi dengan nama lawan
jenis, namun dalam kasusku adalah sebaliknya. Aku telah menerima permintaan
pertemanan dari siapapun yang memang kukenali di dunia nyata. SIAPAPUN. Akhirnya,
setiap kali terlintas di benakku untuk menuliskan status aneh yang bernuansa galau,
langsung kuusir jauh-jauh. Kalau terlanjur keceplosan, yah.. terpaksa
dihapus.. >_<